Sebagai prasyarat untuk menikah, saya memohon pada suami saya untuk beli satu rumah terlebih dulu, lantaran saya tidak ingin tinggal berbarengan mertua perempuan. Suami saya datang dari keluarga single parent, saya tidak ingin hari-hari sesudah saya menikah kelak dilalui dengan alasan dengan ibu mertua.
Walau suami saya beli kendaraan beroda empat gres buat saya, ia tampaknya menahan-nahan untuk beli satu daerah tinggal. Padahal dengan kekuatan ekonomi yang ia punyai, beli satu rumah tidaklah satu permasalahan. Saya terasa apakah ia tak menyukai saya?
Begitu tak diduga saya jadi hamil. Ibu mertua saya tampak malah sangat suka serta segera membawa saya pergi ke dokter untuk cek up dan memikul semua biayanya. Tetapi, walau ibu mertua saya tampak sedemikian baik pada saya, namun saya tetaplah nekad bersikeras memohon suami untuk beli daerah tinggal sebelumnya melakukan pernikahan. Pada hasilnya suami juga sepakat. Pada hari pesta janji nikah dilangsungkan, saya memang lihat ibu mertua saya meneteskan air mata. Saya memikirkan dalam hati, bagaimanapun juga ia tentu tak nrimo anaknya menikah, untung saja saya bersikeras tak tinggal ingin serumah dengan dia, kalau tak, setiap hari tentu kita rebutan " suami ".
Malam pengantin kami lalui dirumah ibu mertua saya. Saya benar-benar tidak mampu tidur. Mendadak saya mendengar pintu kamar saya di buka, saya segera akal-akalan tertidur. Saya tak menyangka, nyatanya ibu mertua saya tengah malam masuk dalam kamar kami! Saya mampu rasakan ia bangkit di tepi ranjang kami, lalu ia bergerak ke arah saya. Saya betul-betul tak menyangka ia mengangkat ke-2 kaki saya serta memasukkannya kedalam selimut dan membereskan selimut saya…… Ketika itu, perasaan saya susah dilukiskan, dalam ingatan ke-2 orangtua saya tak pernah membetulkan selimut saya……
Hari ke-2 saya tak menuntut untuk cepat-cepat geser kerumah baru, lantaran kami barusan menikah, saya terasa kurang sopan untuk segera mengungkit mengenai kemauan pisahlah daerah tinggal.
KODE IKLAN 300x 250
Walau suami saya beli kendaraan beroda empat gres buat saya, ia tampaknya menahan-nahan untuk beli satu daerah tinggal. Padahal dengan kekuatan ekonomi yang ia punyai, beli satu rumah tidaklah satu permasalahan. Saya terasa apakah ia tak menyukai saya?
Begitu tak diduga saya jadi hamil. Ibu mertua saya tampak malah sangat suka serta segera membawa saya pergi ke dokter untuk cek up dan memikul semua biayanya. Tetapi, walau ibu mertua saya tampak sedemikian baik pada saya, namun saya tetaplah nekad bersikeras memohon suami untuk beli daerah tinggal sebelumnya melakukan pernikahan. Pada hasilnya suami juga sepakat. Pada hari pesta janji nikah dilangsungkan, saya memang lihat ibu mertua saya meneteskan air mata. Saya memikirkan dalam hati, bagaimanapun juga ia tentu tak nrimo anaknya menikah, untung saja saya bersikeras tak tinggal ingin serumah dengan dia, kalau tak, setiap hari tentu kita rebutan " suami ".
Malam pengantin kami lalui dirumah ibu mertua saya. Saya benar-benar tidak mampu tidur. Mendadak saya mendengar pintu kamar saya di buka, saya segera akal-akalan tertidur. Saya tak menyangka, nyatanya ibu mertua saya tengah malam masuk dalam kamar kami!
Hari ke-2 saya tak menuntut untuk cepat-cepat geser kerumah baru, lantaran kami barusan menikah, saya terasa kurang sopan untuk segera mengungkit mengenai kemauan pisahlah daerah tinggal.
